Sebenarnya kunjungan saya ke Karimunjawa ini sudah terjadi pada tahun 2017 lalu,namun mengingat kemalasan saya yang luar biasa, maka cerita tentang perjalanan ini baru dapat dituangkan saat ini.
Seperti rata-rata traveler, untuk perjalanan ke Karimunjawa ini saya menggunakan jasa operator trip yang namanya tidak akan saya sebutkan di sini karena pengalaman yang kurang memuaskan dengan mereka. Mengapa?
Harga paket tripnya sendiri sekitar Rp 700-800 ribu-an karena saya sempat minta upgrade kamar dengan kamar mandi dalam (yang mana kondisi kamarnya jauh lebih jelek dibandingkan kamar dengan kamar mandi luar). Di samping itu ada biaya juga untuk sewa mobil ke Bukit Love sekitar 100-200 ribu dan biaya masuk penangkaran hiu (saya lupa berapa harganya karena akhirnya rombongan saya memutuskan tidak masuk) yang belum termasuk dengan biaya trip awal. Pada akhirnya, menurut saya total biaya yang dikeluarkan lebih mahal daripada paket all in yang didapat oleh tetangga satu homestay saya.
Terkait kekecewaan saya dengan jasa operator trip tersebut, hal tersebut adalah murni kesalahan saya sendiri dalam memilih jasa operator. Namun setidaknya ada dua hal yang bisa saya pelajari dari sini, mengingat ini adalah pengalaman pertama saya memilih jasa operator trip:
- Apabila ada referensi yang baik dari rekan/kenalan/teman terkait satu jasa operator tertentu, sebaiknya gunakan saja mereka daripada mencoba-coba yang belum pasti.
- Harga menentukan kualitas. Apabila Anda tidak memiliki referensi sama sekali dan tidak terkendala budget, pilihlah paket yang premium.
Anyway, cukup sudah keluh kesah tentang jasa operator tersebut. Saya akan lanjutkan saja dengan cerita tentang Karimunjawa itu sendiri.
Perjalanan dimulai di pagi hari dengan kapal Bahari Express dari Jepara (harga tiket sudah termasuk dalam paket). Kondisi kapalnya menurut saya cukup baik, melebihi ekspektasi saya yang pernah mengalami mengerikannya situasi kapal penyeberangan dari Angke-Jakarta ke kepulauan seribu.
Tiket kapal memiliki nomor tempat duduk sehingga tidak perlu berebutan, dan kapal pun dilengkapi dengan AC dan terdapat juga ruang VIP apabila ada penumpang yang ingin membayar lebih. Lama perjalanannya kurang lebih 2 jam saja, jauh lebih cepat bila dibandingkan dengan KMP Siginjai (dari Jepara) maupun KMP Kartini (dari Semarang).
![]() |
Penampakan luar kapal - Lokasi: Pelabuhan Jepara |
![]() |
Penampakan dalam kapal |
Setibanya di Karimunjawa, saya pun langsung dijemput dengan mobil untuk menuju homestay. Setelah bersiap-siap untuk beberapa saat, acara sepanjang hari itu diisi dengan keliling pulau-pulau dan snorkeling. Well, sebenarnya memang hanya itu agenda selama 2 hari di Karimunjawa, selain waktu bebas di malam hari yang dapat diisi dengan makan malam di arena alun-alun.
Menurut saya, pantai-pantai yang dikunjungi cukup bagus dan bersih, walaupun tentu saja dengan bertambahnya popularitas Karimunjawa jumlah pengunjung sudah tidak sesepi sebelumnya. Namun, saya cukup beruntung berkunjung di bulan puasa di mana suasana tidak terlalu ramai dibanding bulan-bulan lainnya.
![]() |
Seriusan, naik ke batang pohon ini tidaklah segampang itu! |
![]() |
My favorite spot for the whole trip |
Untuk biota bawah lautnya, menurut pengamatan saya, tidak berbeda jauh dengan di Belitung atau di Phuket. Memang terlihat jenis-jenis ikan lucu yang menarik untuk difoto dan diamati, hanya saja untuk terumbu karang tampak kurang berwana.
Aktivitas lain yang dapat dilakukan juga di Karimunjawa apabila Anda tidak suka berbasah-basahan adalah mengunjungi Bukit Love. Letaknya sebenarnya tidak terlalu jauh dari homestay saya, sekitar 15 menit dengan menggunakan mobil, tetapi kalau jalan kaki entah berapa lama karena ada beberapa kontur jalan yang agak menanjak dan melelahkan.
![]() |
Saya Indonesia, Saya Pancasila. |
Kesimpulan saya adalah, pada dasarnya Karimunjawa adalah tempat yang menarik untuk dikunjungi. Penduduknya pun ramah-ramah dan cukup terbuka dengan pendatang. Namun, pandai-pandailah dalam memilih waktu dan jasa operator yang akan digunakan, terutama bila Anda tipe traveler yang agak picky seperti saya.
Satu hal lagi, jangan mengharapkan kehidupan malam yang hingar bingar seperti yang mungkin ditemukan di Gili Trawangan. Perbandingannya adalah: saya ke Gili Trawangan pada tahun 2011 dan kehidupan malam di sana sudah cukup ramai dengan kafe dan restoran, sedangkan saya ke Karimunjawa pada tahun 2017 dan hanya menemukan 1 kafe (dalam walking distance dari homestay) yang cukup hidup di malam hari.
Pesan saya, ke manapun Anda akan pergi, ingatlah bahwa setiap tempat wisata memiliki ciri khas dan keunikannya sendiri-sendiri. Jika kita belum pernah, tidak ada salahnya dicoba karena kita orang Indonesia harus bangga dengan wisata Indonesia. Jika kita tidak suka, tidak perlu diulangi lagi. Namun jika kita jatuh cinta, maka pasti kita akan berkali-kali kembali ke sana, seperti kisah saya dengan Bali.
0 comments:
Post a Comment