Setelah menginjakkan kaki dengan selamat di daratan Trawangan, katakanlah saat
itu sekitar pukul 4 sore, didesak oleh perut yang lapar, tempat makan pun
menjadi tujuan utama gw dan teman-teman. Trawangan ini agak-agak mirip Kuta
Bali, soal makanan didominasi kafe-kafe untuk tamu-tamu bule, termasuk soal
kisaran harga. Yang agak menghibur adalah sejauh mata memandang, isinya bule
semua -nyaris 80%-, dan dari semua bro-bro -maafkan kenorakan saya- itu
70% nya cakep semua. Mata gw sehat deh, aseli!
Perut kenyang hati senang. Well,
well, maybe that doesnt work that way this time! Perut sih kenyang, tapi masih trauma
oleh kejadian 'apa-apa charter'
yang sepanjang hari tadi terjadi, akhirnya kita memutuskan untuk mencari
penginapan sendiri dengan segala daya dan upaya, gag mau pake mas-mas calo atau
apapun itu. Langkah pertama, sewa sepeda. Dengan 40rb saja bisa mendapatkan
pinjaman sepeda selama 24 jam, boleh dibawa ke mana saja dan gag perlu dipasang
kunci pengaman, aman! -ya emang mau ke mana juga sih, gag mungkin bawa-bawa
sepeda nyebrang laut kan-.
Muter-muter, kepala pening karena ternyata belum menemukan penginapan yang
sesuai dengan keinginan. Kalo ditanya, memang maunya yang gimana? Pertama,
murah as in di bawah 200rb. Kedua, kamar mandi
dalam. Ketiga, no cicak -haha...yang ini sih
gara-gara ada teman gw yang phobia cicak gitu-. Semakin sore , akhirnya
menyerah deh sok-sok nyari sendiri, tanya orang tanya orang, kira-kira
begitulah keputusan kita saat itu. Dan akhirnya ditunjukkanlah oleh seorang
mas, satu penginapan apa adanya -benar-benar apa adanya deh- seharga
150rb/malam. Kita tengak-tengok dan pikir-pikir: murah, kamar mandi dalam, gag
ada cicak. Oke, ambil! Walau akhirnya agak disesali karena keesokan harinya
ketauan kalo harga kamarnya sebenarnya 100rb saja per malam, dan di malam hari
itu, cicak-cicak justru pada bermunculan dan bikin teman gw yang satu itu heboh
berat.
![]() |
Wujud Penginapan 150rb/malam w/ fan |
Sisa hari ini dihabiskan dengan bersepeda keliling pulau -gag benar-benar abis
satu keliling sih, kesorean-, nongkrong-nongkrong di salah satu cafe yang ada
dan ber ramah tamah dengan mas-mas Trawangan itu.
Karena salah tempat, sunset di Trawangan pun terlewatkan.
Untuk menekan segala pengeluaran yang sudah terjadi hari itu -kan tadi udah gw
bilang, gw dan teman-teman itu hemat a.k.a kere-, malamnya kita cukup makan
gerobakan. Jadi kalo malam di satu arena di Trawangan sana ada kumpulan para
pedagang makanan, seperti nasi goreng tek-tek, soto, ayam goreng/bakar, seafood, sate, martabak, dan
macam-macam makanan indonesia lainnya. Fyi, bro-bro dan sis-sis bule itu excited makan di sana, padahal tadinya gw
pikir mereka alergi yang kotor-kotor + ngemper-ngemper.
Mengakhiri malam di Trawangan cukup dini kalo menurut versi teman gw yang hobi jadi kalong tidur subuh, cukup larut kalo menurut versi gw yang hobi jadi kebo tidur jam 9 teng. Apapun itu, menurut opini pribadi gw sih, malam minggu di Trawangan kurang begitu menarik. Entah memang saat itu wisatawan kurang banyak atau memang begitulah kehidupan malam di Trawangan yang jauh dari jedag-jedug ala Kuta/Seminyak. I dont know, yang pasti satu hari sudah berlalu, dan teman gw yang phobia cicak itu sungguh sangat mengganggu di malam itu karena dia gag bisa tidur saat cicak-cicak mulai bermunculan di malam hari. Hihi!
Day 2:
Bangun pagi berencana untuk snorkeling,
kata orang-orang gag afdol ke Trawangan tanpa snorkeling.
Setelah sarapan murah meriah -gag murah-murah amat juga karena setiap orang
diitung rata 10rb, padahal teman gw makannya cuma nasi+orek tempe, untung gw
masih pake telor-, tanya-tanyalah ke sana-sini soal sewa alat untuk snorkeling, 30 rb saja untuk kaca mata dan
kaki-kaki ikan/fin.
Sebenarnya kita ditawarin untuk ikut paket snorkeling 3 Gili: Gili Trawangan, Gili Meno, dan
Gili Air seharga 85rb saja. Sayangnya acara itu berlangsung pukul 10.30-15.30.
Resikonya bisa ketinggalan kapal untuk balik ke Lombok karena katanya kapal
terakhir pukul 4 sore. Akhirnya gw dan teman-teman memutuskan untuk sewa
alatnya aja dan snorkeling sendiri. Sebenarnya di antara kita
bertiga sih belum ada yang pernah snorkeling ya, jadilah kita ber-sotoy ria.
Menurut gw aktivitas yang satu ini menarik juga, mungkin memang benar akan
lebih bagus kalo dilakukan di tengah laut dan dengan variasi ikan yang lebih
beragam untuk dilihat. Di daerah pinggiran lautnya aja masih bisa melihat
ikan-ikan lucu, masih jernih juga laut di sini ternyata. Setelah sok-sok akrab
sama ikan, padahal lagi mikir kayaknya lihat ikan di Sea World lebih simple deh -haha-, kembalilah kita ke
penginapan untuk siap-siap balik ke Lombok. Kalo kemarin salah satu teman gw
heboh sama cicak, sekarang teman gw yang lain heboh karena kulitnya belang
padahal dia selama ini sangat menjaga kulitnya supaya bisa putih .
Besok-besok kita liburannya indoor aja deh...
Sebelum menyeberang, menyempatkan diri untuk makan siang di tempat pertama kali
kita makan waktu datang. Bukan apa-apa sih, mungkin karena udah ada perasaan
familiar dan ya...harganya memang terjangkau sih di sana. Takut nanti coba-coba
temat baru kantong jebol lagi. Hihi. Makan siang ditutup dengan es krim gelato
Gili Trawangan -homemade- seharga 15rb saja/scoop atau 25rb/2scoops.
Untungnya sewaktu kita mau beli tiket kapal untuk menyeberang pas kapalnya udah
lumayan penuh. Gag pake nunggu lama, gag pake 'diancam' masih 2 jam lagi lho,
cukup keluar 10rb saja dan bye-bye Trawangan! Oh, untuk info saja, kalo
di Gili Trawangan tempat jual tiketnya jelas dan diumumkan lewat pengeras
suara masih perlu berapa orang lagi sebelum kapal berangkat, dan kalo belum ada
di kapal pun akan dipanggil untuk segera naik karena kapal akan segera jalan.
Lumayan teraturlah.
Empat puluh menit kembali berlalu dan perasaan gw sih waktu kembali ini
ombaknya lebih tinggi karena air laut sempat beberapa kali muncrat ke dalam
kapal. Sepanjang jalan doanya dua hal aja: jangan sampai
kebalik ataupun mogok.
Sesampainya di Pelabuhan Bangsal masih harus menunggu kedatangan mobil yang
kita sewa untuk 24 jam ke depan. Rencananya memang untuk setengah hari ini dan
hari esok mau bawa mobil sendiri keliling Lombok, gag mau pake driver bukan karena biar lebih bebas, tapi
biar lebih irit aja sih. Haha! Dan kebetulan ada teman yang bersedia jadi driver tanpa bayaran. Untuk sewa mobil tarifnya 250rb/24 jam, gw rekomendasikan abis
dengan si "Mahardika Travel" ini, yang punyanya baik mampus, driver yang nganternya juga sopan abis.
Perasaan gw selama di Lombok cuma 2 manusia ini yang gag teriak-teriak "charter ya charter" -gubrakkk!-.
Karena memang kita sampainya kecepatan, jadilah mobilnya belum datang dan
langsunglah gw ditawar-tawarin buat charter mobil ke manapun kita mau pergi.
Udah dijawab lagi nunggu jemputan juga tetap aja keukeuh manusia-manusia itu menawarkan diri.
Woiii mas, gag tau udah ditolak apa? Ah entahlah, mungkin mereka memang marketing sejati atau BU (butuh uang)
sejati.
Setelah serah terima mobil dilakukan oleh mas driver kepada mbak driver a.k.a teman saya yang kecil tapi
nyalinya besar itu kecuali sama cicak, melajulah kita menuju Mataram.
Untung mobilnya dilengkapi GPS, kalo enggak bisa gila juga nanya-nanya jalan
tiap saat. Ntar tiap nanya disuruh bayar lagi, atau disuruh sewa mereka jadi driver lagi -maap yak, gw memang agak sensi
gara-gara pengalaman hari pertama-. Jalan yang ditempuh waktu pulang berbeda
dari waktu berangkat -ini gara-gara petunjuk mbak GPS-. Pas berangkat lewat
Senggigi dengan pemandangan laut, jalan berliku dan lebar; pas pulang entah
lewat daerah apa dengan pemandangan pepohonan, jalan berliku dan sempit.
Persamaannya: dua-duanya gag pake macet.
Hotel di Mataram sudah di-booking dari
kapan tau, hotelnya di tengah kota, dan kali ini jauh lebih beradab dari
penginapan di Trawangan. Kamarnya lebih bagus, ada AC-nya, dapat
sarapan dan cicaknya gag banyak -tadinya mau bilang bebas cicak, tapi ternyata
teman gw nemu satu pas lagi di kamar mandi-. Oh, soal harga sih lumayanlah,
275rb/malam -75rb-nya untuk tambahan xtra bed-. Tadinya kita mau spend 2 malam di Mataram, cuma karena saran
dari seorang teman, akhirnya kita berubah rencana 1 malam di Gili dan 1 malam
di Mataram, karena katanya kalo malam udah kayak kota mati di sini, sepiii.
Mungkin benar juga sih, soalnya sepanjang siang-sore aja jalanan lengang-nya
luar biasa. Apa karena gw udah agak kebiasaan menjadi korban jalanan ibu kota
ya sampai menurut pengamatan gw kota Mataram ini sepi lho! Atau karena saat itu
di sana hari Minggu, entahlah.
![]() |
Penampakan Hotel di Mataram - Manusiawi banget! |
Sorenya gw dan teman-teman mengunjungi Taman Narmada, atas rekomendasi
mbak-mbak hotel, yang jaraknya sekitar 10km dari Mataram. Tempat ini katanya
sih dulunya tempat peristirahatan raja-raja, ada kuilnya gitu sih, kolam,
bangunan tempat tinggal raja, dan yang agak menarik perhatian adalah air yang
bikin awet muda. Pas masuk -HTM 5 rb saja- dan baca tulisan tentang air itu
sebenarnya udah kepo abis pengen liat wujudnya, sayang ternyata disimpan di
dalam bangunan terkunci. Katanya sih kalo mau ambil bisa dibukakan kuncinya,
tapi kita tolak dengan 2 pertimbangan: serem juga ya bangunannya & nanti disuruh bayar lagi -keliatan kan betapa desperate-nya kalo udah urusan
duit?-.
Seperti sempat gw sebutkan sebelumnya entah kenapa kayaknya susah banget cari
makan di sini, apa mungkin kalo hari Minggu banyak yang libur kali ya. Nah,
daripada kebingungan lagi mau makan di mana, kita putuskan ke mall aja deh,
sekalian cek &ricek kondisi mall di sana sih.
Malam di Mataram diakhiri jauh lebih cepat daripada di Trawangan. Udah clueless mau ngapain lagi walaupun mas-mas
hotel sempat memberi info beberapa tempat anak-anak muda Mataram berkumpul.
Tidur nyenyak aja ah di hotel, menikmati suasana hotel yang lebih manusiawi
daripada penginapan semalam.
(bersambung...)
0 comments:
Post a Comment