Pages

Ads 468x60px

Saturday, May 25, 2013

Overnight @ Terminal 3 SHIA

Sejujurnya ya, ide ini muncul last minute banget tanpa persiapan mental yang memadai -kayak mau ngapain aja-. Jadi beberapa waktu yang lalu saat mau berkunjung ke Bromo dan demi mendapatkan tiket agak murah untuk penerbangan ke Surabaya, jadilah gw membeli tiket maskapai Tiger Airways/Mandala itu yang jadwal terbangnya sekitar jam 4 pagi. Eh buset! Bodohnya gw sih waktu itu baru sadar betapa paginya jadwal pesawat gw itu setelah semua urusan bayar-membayar terpenuhi. Ah!

Dan buat berbagi info aja sih, kebetulan rumah gw itu gag tetanggaan sama Bandara Soekarno Hatta itu. Malah kalau dipikir-pikir bisa sekitar 45 menit perjalanan dengan catatatan jalanan sepi melompong. Tapi walaupun gw yakin jalanan di sekitar pukul 2 pagi itu pasti kosong melompong, masalahnya gw juga gag tau siapa yang bakal gw suruh nganter ke bandara. Mau naek taksi, mahal cuy! Sebenarnya sempat terbersit ide untuk nginep di hotel-hotel yang ada di sekitar bandara, tapi setelah ditelaah lebih lanjut, koq kayaknya sama aja mahalnya sama duit taksi.

Akhirnya dengan otak gw yang cemerlang ini -biasa aja sih sebenarnya-, gw pun memutuskan untuk mencoba tidur di bandara. Dan protes pun datang bertubi-tubi dari orang-orang yang tau rencana gw ini, intinya sih pada bilang gw ngaco, karena sebenarnya ini kan pengalaman pertama banget tidur di bandara dan gw langsung sok-sokan jadi single fighter alias ngemper tanpa teman. To be honest sih deg-degan lho, karena emang gag kebayang bakal jadi kayak apa, dan excited-nya itu menurut gw bikin adrenalin naik -norak-.

Untunglah gw hidup di dunia yang sudah kenal internet dan om google, klik-klik dikit muncullah beberapa sharing orang-orang yang udah pernah melakukan hal serupa. Gw baca-baca, rasa-rasanya cukup aman nih sendirian luntang-lantung di bandara, apalagi di terminal 3 yang menurut gw cukup baru dan gag kumuh-kumuh amatlah kayak terminal-terminal lainnya. Oke, tekad bulat!

Sekitar pukul 10 malam, diantar oleh teman yang cukup baik hati, gw pun tiba di terminal 3 bandara. Suasana masih cukup ramai dan hidup deh ya pokoknya. Pertama-tama masuk J.Co, bengong-bengong dan jajan-jajan dikit sambil menikmati hiruk pikuk bandara. Beramai-ramai dahulu, bersepi-sepi kemudian. Sekitar jam 1/2 12 malam, mulai bingung mau ngapain lagi secara udah mulai garing bengong di J.Co. 

Akhirnya keliling-keliling ke lantai atas dan menemukan tempat duduk di dekat eskalator yang cukup sepi dengan AC yang cukup dingin. Gw pun memutuskan rileks di sana sambil memikirkan cara tidur malam itu. Mau ngemper di lantai koq rasanya masih gimana gitu, keras lagi kayaknya. Masih ada orang lalu lalang juga, kan malu kalo diusir satpam. Untunglah smartphone tercinta sudah diisi penuh film-film keren yang cocok banget untuk membunuh waktu. Semakin larut ternyata orang-orang yang juga ada di sana mulai menggabung-gabungkan kursi yang kemudian digunakan untuk tidur. Yah, walaupun jauh dari nyaman, gw sih ikutin aja. Abis bingung juga mau gimana lagi.

Secara ini pengalaman pertama, gag bisa tidur-tidur amat juga sih. Sempat terlelap 1-2 jam, tapi agak waswas juga ada yang bakal maling barang bawaan yang cuma satu tas ransel itu. Sekitar pukul 2 pagi mulai kebelet, dan walaupun horror berat waktu mau ke WC bandara yang bersih sih tapi sepi banget gila -siapa juga yang mau berkeliaran di WC jam segitu kan-, dengan berbekal doa dan tekad bulat, untunglah gag ketemu siapa-siapa ataupun apa-apa. 

Kemudian sekitar jam stengah 3 pagi pun teman-teman sepenerbangan gw berdatangan ke bandara. Akhirnya malah kongkow-kongkow sambil nunggu counter dibuka untuk check in. Tapi gw perhatikan saat itu sih orang-orang masih pada tidur lelap. Wah, mungkin gw harus lebih sering lagi tidur di bandara biar jadi expert kayak mereka. Pengalaman ini buat gw sih menarik abis dan akan gw coba lagi di beberapa bandara lainnya, walaupun pastinya milih-milih donk dengan mempertimbangkan kondisi bandara dan tingkat keamanannya.

Anyway, kadang traveling mengajarkan gw untuk keluar dari comfort zone, dan gw suka aja ketika menyadari kalau gw bisa survive lho dengan kondisi seperti itu. Survive itu bisa karena mau belajar beradaptasi tapi juga pakai otak supaya gag jadi bablas dan malah mencelakakan diri sendiri. Menemukan pengalaman baru dan menarik, I am so in love with traveling!

Ps.Agak nyesel gag inget foto-foto suasana bandara di malam itu. Maklum, newbie masih norak.

Saturday, May 4, 2013

Menengok Wisata Tetangga : Sawarna Part II

Melanjutkan kisah Sawarna pada posting-an sebelumnya, eksplorasi Sawarna dimulai di Sabtu pagi dan berlanjut sepanjang hari ini. Sungguh dengan semangat 2000 -sudah bukan zamannya lagi semangat 45-, dengan ditemani satu guide lokal yang handal dan unyu -maaf lagi mabok-, rombongan pun memulai perjalanan -asli dengan kaki-.


Tujuan pertama adalah Goa Lalay, yang kabarnya merupakan sarang kelelawar dan isinya penuh kotoran kelelawar. Unyu! Masuk Goa bayar per orang, lupa sih berapa tapi rasanya murah banget deh waktu itu. Berdasarkan pengalaman sih siap-siap basah at least sampai dengkul naik dikitlah ya kalo tinggi badan lo sampai 170 cm, kalau di bawah itu ya basahnya makin ke atas deh. Belum lagi kalo mempertimbangkan resiko kepleset karena pijakan di goa yang sungguh licin -kayaknya itu tanah liat deh-, bisa jadi basah sekujur tubuh. Untung gw enggak. Tapi demi keamanan, packing yang bener dulu semua barang bawaan.

Penampakan Jalan Masuk Goa Lalay

Setelah eksplorasi Goa Lalay selesai, paling itu sekitar 20 menitlah ya, perjalanan dilanjutkan menuju Pantai Legon Pari. Kata si tour guide sih ini pantai private, sepi dan kece. Asyik deh! Yang gag asyik adalah lika-liku perjalanan menuju ke sana, lewat jembatan gantung goyang lagi -kali ini gw punya fotonya lho- ditambah mendaki bukit lewati lembah selama kurang lebih, 1 jam rasanya. Jangan lupa ditambah panasnya matahari + perut udah mulai menuju lapar. Maknyoss!



Walaupun sih setelah sampai ke Pantai Legon Pari itu, memang kece sih. Tetapi yang paling gw suka adalah suasana sepinya, airnya pun masih bersih banget. Tanpa ragu-ragu langsung berbasah-basah ria deh. Udah 6 tahun gag nyentuh pantai ini,,, astaga!


Pantai Legon Pari
Sekitar pukul 1 siang rombongan memutuskan kalo panggilan perut lebih mendesak ketimbang keinginan untuk terus menikmati indahnya alam di Legon Pari. Ternyata untuk mendapat makan siang pun masih harus berjalan ke Pantai Ciantir yang kalo dirasa-rasa waktu itu sektar 20 menit waktu perjalanan jauhnya. Rutenya kali ini menyusur pantai, mendaki bukit, membelah hutan, judulnya tetap menguras tenaga! Bahkan sampai memakan korban sandal jepit gw, untung gw sudah siap sedia dengan sandal cadangan.


Pantai Ciantir
Pengalaman Paus Terdampar
Perbedaan yang nyata tampak antara Pantai Ciantir dan Pantai Legon Pari, di mana Pantai Ciantir jauh lebih ramai walaupun tidak penuh sesak. Masih nyaman, hanya memang jumlah pengunjung pantai ini lebih banyak. Mungkin juga karena persoalan akses yang lebih mudah untuk sampai ke Pantai Ciantir ini bila langsung dari Desa Sawarna, bisa naik ojek dengan ongkos Rp 10 ribu sekali jalan lho! Namun mengingat ombaknya yang tidak setenang di Pantai Legon Pari, pengunjung perlu ekstra hati-hati agar tidak terbawa suasana ombak ke tengah laut. Kabar dari tour guide yang menemani rombongan waktu itu sih sempat ada orang yang nyaris lenyap terbawa ombak di minggu sebelumnya. Hiii!

Untunglah di Pantai Ciantir gw menemukan sahabat baru yang banyak membantu di perjalanan-perjalanan berikutnya, ojek! Tarif ojek di sini kabarnya flat jauh-dekat Rp 10 ribu sekali jalan, tapi itu kata tour guide rombongan gw doank sih, bisa jadi benar bisa jadi enggak. Pokoknya setelah menguras banyak-banyak energi sepanjang hari itu, akhirnya gw dan rombongan memutuskan menggunakan ojek sebagai moda transportasi dari Pantai Ciantir-homestay-Pantai Ciantir-homestay lagi. Jadi ceritanya setelah kotor-kotoran, bersih-bersih dulu di homestay, balik lagi buat dinner + bakar-bakar jagung di pinggir pantai -ihiyy,,asyik!-. Tapi kalo mau mengikuti jejak gw, jangan lupa siapin Tolak Angin daripada besoknya tepar gag bisa jalan-jalan lagi.

Last day di Sawarna, masih ada satu tempat lagi yang bisa dikunjungi, yaitu Pantai Tanjung Layar. Tadinya sempat ditawarin untuk eksplor sebuah goa lagi -lupa namanya-, tapi karena rasanya pantai lebih menarik daripada goa, jadilah kita tolak ide itu. Saat gw ke sana ternyata air lagi pasang, jadilah untuk menyeberang ke karang-karang -demi foto-foto narsis-, kita harus basah-basahan dulu. Padahal berdasarkan info teman gw yang udah pernah ke sini juga sebelumnya, kalo lagi gag pasang, gag harus basah-basahan untuk foto-fotoan di karang itu. Hmmpphh...udah nanggung juga sih, lanjutkan!





Mohon dicatat, mengingat keterbatasan waktu dan energi -dan tingkat kerajinan yang rendah-, akhirnya gw dan rombongan juga naik ojek ke Pantai Tanjung Layar ini. Sangat disarankan buat orang-orang malas kayak kita, walaupun akhirnya setelah itung-itungan koq berasa perjalanan ini jadi mahalan di ongkos ojek -haha-, secara rombongan gw kan lumayan banyak.

Akhirnya kita semua cabut dari Sawarna sekitar jam 1 siang, dengan kondisi belum lunch dan susahnya nyari tempat makan yang sreg di hati sepanjang perjalanan itu. Pokoknya akhirnya makan siang terlambat ditambah macet, sekitar jam 10 malam baru menginjakkan kaki di daerah Serpong lagi. Keren! Mungkin ada baiknya kalo ada yang mau ke Sawarna, minta sama homestay-nya untuk menyediakan makan siang juga di hari Minggu siang itu, mungkin ada charge tambahan sih.

Overall, perjalanan ke Sawarna ini cukup kece berat menurut gw. Kalo ditotal-total sebenarnya dengan jumlah orang yang lumayan banyak akan lebih murah kalo lo arrange trip sendiri daripada ikutan tour yang harganya bisa Rp 400-500 rb/pax -harga ini sempat gw lihat di disdus sih,tapi gag pernah gw cari perbandingan di travel agent lain-.

Tapi kalo ditanya apakah gw akan balik lagi ke Sawarna? Mungkin gag dalam waktu dekat karena masih traumatis dengan energi yang perlu dikeluarkan dan akses jalan yang lumayan penuh perjuangan untuk ditempuh. Tapi someday sih bakal baliklah selama kondisi alamnya masih semenarik saat pertama gw kunjungi dan belum terusak oleh eksplorasi manusia yang cenderung suka berlebihan. Untuk saat ini, mau eksplor tempat-tempat lain dulu ya :D

Perincian Biaya: (asumsi mobil Avanza/Xenia, 1 mobil 5 orang)
1. Bensin+Tol+Parkir Rp 250 rb --> Rp 50rb/org
2. Penginapan+ Makan --> Rp 150 rb/org
3. Tour Guide Rp 100 rb --> Rp 20 rb/org
Total : Rp 220 rb/org (belum termasuk biaya jajan + ojek)









 

Music

Sample text

Visitors


widgeo.net