Mengutip pernyataan yang tercantum pada profile Ullensentalu di website resmi ini, yaitu: "..... dan saat ini (Ullensentalu) tengah dikembangkan untuk menjadi living museum dan bukan "dead" museum"; itu adalah kesan pertama yang gw dapat waktu menginjakkan kaki di museum ini. Sebenarnya sih gw gag niat-niat amat untuk berkunjung ke sini, bahkan keberadaannya baru gw ketahui saat sibuk browsing destinasi yang bisa dikunjungi di Yogyakarta.
Jadi ceritanya sekitar tahun 2012 lalu gw dan beberapa teman memutuskan untuk main-main ke Yogyakarta dan sekitarnya. Awalnya acara jalan-jalan ini judulnya "Belanja Batik", tapi kan gag mungkin banget kalau 3 hari 2 malam diabisin murni buat melototin toko-toko batik doank. Bosen! At least gw yang bisa mati bosen. Masalahnya, tujuan wisata standar seperti : Malioboro, Prangtritis, Borobudur, dan sejenisnya sudah tidak terlalu menarik minat, secara dari zaman SD juga gw udah ke tempat-tempat itu. Thanks to Mr.Google yang memperkenalkan gw pada destinasi baru, Ullensentalu.
Pertama ngecek website resminya, kesannya horror! Mana ada biaya masuknya 25 ribu kan, saat ini isi otak gw kira-kira: "Hah?Buat ke museum bayar segitu?!". Maklumlah, gw bukan pecinta museum, karena berdasarkan pengalaman hidup selama ke museum di Indonesia ini, isinya gag jauh-jauh dari seram, sepi, gag menarik, gag terawat, gag ngerti. Tapi ketika sudah sampai di Jogja dan mati ide mau ke mana lagi, akhirnya kita pun mendaki/meluncur ke Kaliurang.
Skeptisme gw masih bertahan hingga detik sebelum masuk ke dalam bangunan museum. Dari sedikit ngedumel karena harus keluar 25 ribu sampai kepikiran bisa tidur sambil jalan di dalam museum karena waktu itu masuknya berombongan dan cukup banyak (sekitar 20-an orang) hingga kemungkinan bosen sangat besar karena si tour guide jadi gag kedengeran juga kan ngomong apa.
Tapi begitu menginjakkan kaki ke dalamnya, kesan pertama gw: dingin! Hmmpphh...mungkin bukan dingin beku gitu sih, tapi lebih ke suasananya yang adem dan nyaman. Walaupun gw yakin banget kalau masuk ke sana malam-malam -which is impossible juga karena udah tutup kan- pasti jadi dingin horror. Anyway, tour guide-nya ternyata komunikatif banget dan gag ngebosenin. Dia bisa bikin cerita sejarah kesultanan Jogja dan Solo -walaupun gw tetap gag akan ingat kalo disuruh cerita ulang- jadi berasa fun. Untuk koleksinya sendiri pun tergolong variatif dan terawat. Udah gitu di tengah perjalanan keliling disuguhin cemilan lagi, makin mantap deh.
Foto gag bisa diambil di semua tempat. Patuh-patuhlah sama si tour guide tentang lokasi yang boleh dan gag boleh dipakai buat foto. Kalau rasa ingin tau lo tinggi banget, rajin-rajin nanya ama si tour guide juga gag apa-apa koq soalnya dia welcome banget. Hmmphh...sebenarnya gag tau apakah semua tour guide di sana standar kualitasnya sama atau emang gw lagi kebetulan dapat tour guide yang bagus sih. Anyway, ini sedikit (beneran sedikit) foto-fotonya...