Tentang trip ke Lombok di sekitar bulan Februari 2012 yang lalu ini sebenarnya udah pernah di-post di blog lama gw. Namun mengingat blog lama gw itu penuh ketidakjelasan dan ketidakfokusan, jadi gw pindahkan postingan ini di sini. Selamat membaca & Selamat jalan-jalan ke Lombok!
Day 1:
Tiba di Lombok
dengan pesawat "pippippippip Air" -yang pilotnya sempat heboh
diberitakan kena kasus narkoba itu lho- sekitar pukul 10 pagi. Pendaratan
pesawat yang agak kurang smooth sih
menurut gw mengawali kisah perjalanan Lombok Menantang.
Begitu keluar
bandara, yang katanya Bandara Internasional Lombok (BIL) tapi masih jauh dari
kesan 'internasional', udah dibikin males sama mas-mas yang menawarkan jasa ke
Gili Trawangan dengan sangat keukeuh. Oke, gw tau itu kerjaan mereka buat menarik
turis, tapi entah kenapa penawaran yang menurut gw agak maksa itu -abis gag
ngerti banget ya body
language orang yang gag tertarik sama situ?!- cukup mengganggu. Dikejar-kejar mulu booo ke manapun kaki melangkah. Harga
penawaran untuk charter mobil
dari BIL ke Pelabuhan Bangsal -ini pelabuhan di mana kita bisa naik kapal untuk
ke Gili Trawangan- berkisar dari 200rb-600rb.
Ya...karena gw dan
teman-teman tergolong wisatawan kere/hemat, dengan tekad bulat dan mental baja akhirnya
kita berhasil memperoleh informasi kalo ada Damri dari BIL ke Senggigi. Menurut
mas-mas Damri-nya, nanti dari Senggi bisa naik angkutan desa untuk ke Pelabuhan
Bangsal. Jadilah kita beli tiket Damri seharga 25rb/orang dan berangkat menuju
Senggigi, perjalanan berlangsung selama kira-kira 1,5 jam.
Di pemberhentian
terakhir di Senggigi sana sopir bus Damri menawarkan untuk memesankan tiket
kapal ke Trawangan karena menurut dia nanti kita kehabisan kalo beli di
pelabuhan. Dia juga menawarkan jasa temannya, yang adalah sopir angkutan desa,
untuk mengantar kita ke pelabuhan itu. Jreng jreng jreng.... ongkosnya 80rb
saja teman-teman -ini nada gw sinis lho- Si sopir angkutan desa, yah lo
bayangin ajalah model-model angkot gitu, mengatakan bahwa di sana jarang sekali
angkutan ke Pelabuhan Bangsal, kalau mau ya harus charter. Memang sih sejauh pemandangan mata gw waktu itu
daerah Senggigi, yang katanya daerah pariwisata Lombok, sepi mampus deh.
Lagi-lagi gw dan
teman-teman gw sebagai manusia-manusia ngotot, dan sebenarnya saat itu kita
udah bete berat karena kelaperan -udah jam 1 dan belom makan lho dari pagi- dan
karena begitu banyaknya orang di sana yang hobi nawarin "charter aja mbak, charter aja",
kita pun dengan gagah berani menolak tawaran si sopir angkutan desa itu. Kita
yakin ada cara untuk sampai ke Pelabuhan Bangsal dengan lebih murah! Walaupun
jujur yak, ketar-ketir juga sih melihat jalanan yang dipenuhi banyak bangunan
hotel itu begitu lengang.
Tetapi sepertinya
Tuhan mendengarkan jeritan hati anak-anaknya -udah gini aja sok rohani-,
tiba-tiba lewatlah sebuah taksi Blue Bird -Oh, my! How I love this
taxi soooo muchhhh!!- yang menawarkan
untuk mengantar kita ke pelabuhan dengan menggunakan argo, dan menurut dia sih
berdasarkan pengalaman hidupnya sebagai sopir taksi biasanya argo berhenti di angka 70rb. Hmmpphhh...timbang-timbang,
pikir-pikir, sepertinya kita sudah kehabisan options nih!
Lagipula kayaknya lebih worth
it keluar 70rb buat Blue Bird pake AC daripada 80rb
naik angkutan desa itu.
Ngobrol-ngobrol
sama si sopir taksi, akhirnya kita pun tahu kalo daerah wisata di sini memang
ramainya cuma di bulan-bulan Juni-Agustus. Kalo lagi low season ya
sepi mampus begini. Sempat deg-degan, jangan-jangan udah sampai Trawangan sepi
juga lagi, kayak pulau hantu gitu deh. Hiiii.....
Sekitar pukul 2
siang, setelah menempuh jarak sekitar 25 km-an -asli gw lupa berapa tepatnya
walopun si sopir sempat ngasih tahu-, sampailah kita di Pelabuhan Bangsal.
Setelah bayar ongkos taksi, dan masih harus jalan kaki sekitar 100-200 m
kira-kira karena taksinya gag boleh masuk daerah pelabuhan, dibikin keki lagi
sama mas-mas parkir yang suruh kita bayar 3rb karena taksinya udah terlanjur
masuk arena parkir -gag tau terlanjur gag tau emang harus ya-. Ihhh...padahal
kan cuma nurunin kita doank, masak gitu aja kena uang parkir. Bukan soal
nominal uangnya sih, cuma keki aja rasanya seperti semua di sini di-uang-kan.
Memasuki kawasan pelabuhan,
langsung diserbu sama mas-mas ajaib -mereka doyan banget deh ganggu wisatawan- yang menawarkan tiket kapal untuk menyeberang. Ya...gini-gini kan gw sama
teman-teman sebelum pergi juga udah riset dulu, kita udah rencana niatnya naik public boat yang
harga tiketnya 10rb saja/orang. Tapi ada aja mas-mas ajaib yang sok-sok nipu
kalo public boat udah
penuh dan baru ada 2 jam lagi, saran mereka adalah: charter aja mbak charter -ehhh
busettt!!!-.
Untung teman seperjalanan gw ini sigap banget, dengan nyali besar walaupun badan kecil -upppsss- dia langsung menuju ke kapal yang memang tampak sudah diisi orang-orang dan nekad langsung bayar ke mas-mas penjaga kapalnya, padahal di belakang kita udah pada teriak-teriak "tiket oii tiket". Dan naiklah kita ber-3 ke kapal itu, cukup dengan 10rb saja per orang. Coba bandingkan dengan tawaran charter kapal seharga 200rb, wow! Cuma masalahnya, karena kejadian 'memaksa naik' itu, sampai sekarang gw sebenarnya gag tau tempat jual tiket yang official di Pelabuhan Bangsal itu di mana sih. Haha!
Untung teman seperjalanan gw ini sigap banget, dengan nyali besar walaupun badan kecil -upppsss- dia langsung menuju ke kapal yang memang tampak sudah diisi orang-orang dan nekad langsung bayar ke mas-mas penjaga kapalnya, padahal di belakang kita udah pada teriak-teriak "tiket oii tiket". Dan naiklah kita ber-3 ke kapal itu, cukup dengan 10rb saja per orang. Coba bandingkan dengan tawaran charter kapal seharga 200rb, wow! Cuma masalahnya, karena kejadian 'memaksa naik' itu, sampai sekarang gw sebenarnya gag tau tempat jual tiket yang official di Pelabuhan Bangsal itu di mana sih. Haha!
Sepanjang naik
kapal sejujurnya gw deg-degan, agak membayangkan apa jadinya kalo itu kapal
diterjang ombak dan terbalik. Kebetulan langit sudah mulai menghitam saat itu.
Gw pun tengok-tengok sekeliling kapal dan menemukan beberapa baju pelampung
tergantung di bagian atas. Berhitung, dan ternyata jumlah bajunya hanya
beberapa, tidak sebanding dengan jumlah penumpang yang mencapai angka 35 itu.
Pening! Tetapi gw berusaha berpikir positif, gw alihkan pikiran dari
kemungkinan kapal terbalik menjadi kapal mogok di tengah lautan yang
batas-batasnya gag jelas ini -di mana letak positifnya sih?-. Tetap dag dig dug
akhirnya.
Sekitar 40 menit
kemudian kapal sudah akan menepi di Gili Trawangan, namun sayang, imajinasi
negatif gw yang kedua pun terjadi. Mesin kapal mati, menolak untuk menyala lagi
betapapun awak kapal -mas-mas
kapal- mencoba untuk menyalakan mesin itu. Padahal daratan tinggal sejengkal
lagi -oke...gw lebay-. Tapi pokoknya sudah cukup dekat ke tepi pantai deh,
walaupun gag cukup dekat untuk turun dari kapal tanpa bikin badan dan bawaan
basah kuyup. Parahnya, gag ada satupun kapal-kapal lain yang mau nolongin kapal
kita. Mereka cuma melihat dari pinggir pantai kayak manusia bodoh -sori dori
stroberi, emosi-. Sampai-sampai kapal gw ini udah mulai agak-agak terbawa ombak
kembali agak ke tengah laut.
Setelah sekitar 30
menit kali ya, akhirnya entah apa sebabnya -gw anggap aja kebaikan Tuhan deh-,
ada satu kapal yang mau menolong menarik kapal mogok ini ke pinggir. Tetapi
karena salah perhitungan atau gimana, setelah ditarik dan dilepaskan lagi,
kapal kita melaju agak tidak terkendali dan menabrak kapal yang sudah ada di
tepi -jangan bayangin tabrakan heboh sampai ada korban jiwa atau kapal
terbelah, tapi tetap aja ini nabrak woii nabrakkkk!!!-. Untunglah, akhirnya
tanpa perlu ber- dag dig dug lebih lama lagi, gw dan teman-teman bisa turun
dari kapal ajaib itu. Gili Trawangannn,,here we come!!!! Sok-sok excited padahal
saat itu udah bete + kelaperan mampus dan mulai mempertanyakan: ini kenapa trip baru hari pertama udah ribet begini yak?!
(bersambung...)